Etika Dalam Profesi

00:47 0 Comments A+ a-


Pengertian Profesi dan Profesional

Profesi  :

Merupakan suatu pekerjaan yang dimilki seseorang , yang memiliki karakteristik tertentu, yakni
pengetahuan dan memiliki status dari pekerjaan tersebut 
Profesional : 
Merupakan seseorang yang memperoleh penghasilan dengan melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan yang memerlukan ketarampilan / keahlian khusus serta memiliki semangat  
pengabdian.

Ciri Khas Suatu Profesi 
   
Menurut Artikel Dalam International Encyclopedia Of Education, Ada 10 Ciri Khas 
Suatu Profesi, Yaitu:
 
1. Suatu Bidang Pekerjaan Yang Terorganisir Dari Jenis Intelektual Yang Terus Berkembang 
Dan Diperluas.
 
2. Suatu Teknik Intelektual.
 
3. Penerapan Praktis Dari Teknik Intelektual Pada Urusan Praktis.
 
4. Suatu Periode Panjang Untuk Pelatihan Dan Sertifikasi.
 
5. Beberapa Standar Dan Pernyataan Tentang Etika Yang Dapat Diselenggarakan.
 
6. Kemampuan Untuk Kepemimpinan Pada Profesi Sendiri.
 
7. Asosiasi Dari Anggota Profesi Yang Menjadi Suatu Kelompok Yang Erat Dengan Kualitas 
Komunikasi Yang Tinggi Antar Anggotanya.
 
8. Pengakuan Sebagai Profesi.

9. Perhatian Yang Profesional Terhadap Penggunaan Yang Bertanggung Jawab Dari 
Pekerjaan Profesi.
10. Hubungan Yang Erat Dengan Profesi Lain.
Kode Etik Profesi
 
• Kode : Tanda-Tanda Atau Simbol-Simbol Yang Berupa Kata-Kata, Tulisan Atau Benda Yang Disepakati Untuk Maksud-Maksud Tertentu.

• Kode Etik : Yaitu Norma Atau Azas Yang Diterima Oleh Suatu Kelompok Tertentu Sebagai Landasan Tingkah Laku Sehari-Hari Di Masyarakat Maupun Di Tempat Kerja.

• Kode Etik Profesi : Pedoman Sikap, Tingkah Laku Dan Perbuatan Dalam Melaksanakan Tugas Dan Dalam Kehidupan Sehari-Hari.

1. Mengapa suatu profesi perlu etika !

 Karena setiap profesi itu harus mempunyai suatu aturan atau panutan yang baik dan benar untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini, suatu profesi selalu berkaitan dengan hubungan masyarakat. Dan tentunya akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap profesi tertentu. Oleh karena itu, suatu etika yang profesional adalah hal yang penting untuk mendapatkan kepercayaan atau rasa hormat dari masyarakat sekitar dan memenuhi standar etika yang berlaku. Suatu profesi akan berkaitan dengan pelayanan masyarakat yang dimana masyarakat itu sendiri memiliki kebutuhan yang ingin dipenuhi secara maksimal. Oleh karena itu, dalam hal memenuhi kebutuhan itu, suatu profesi harus memiliki etika yang baik dan benar sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku.


2. Jelaskan 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi suatu profesi, berilah contoh !

 - Kredibilitas : Kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan rasa      kepercayaan.
  Contoh : Suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan alat-alat rumah     tangga, harus dapat meyakinkan calon pembeli untuk membeli produk     mereka.

 - Kualitas Jasa : Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dan baik.

  Contoh : Memberikan pelayanan terhadap seluruh masyarakat secara maksimal     sehingga mendapatkan kepercayaan.

 - Profesionalisme : Sifat kemahiran, kemampuan, cara pelaksanaan dari sesuatu        yang dilakukan oleh orang tertentu.

  Contoh : Jika seseorang mempunyai profesi, maka dia harus dapat menyelesaikan     tugasnya dengan baik dan benar dan dapat mempertanggung jawabkan     seluruh hasil dari pekerjaannya.

 - Kepercayaan : Suatu keadaan psikologis, dimana seseorang menganggap suatu        hal itu adalah benar dan memuaskan.

  Contoh : Seorang auditor memiliki keyakinan dalam suatu hal yang sedang diselidiki     dalam hal untuk mencapai tujuan tertentu.

sumber : 1.http://renny.staff.gunadarma.ac.id
2.http://images.ekiazalah.multiply.multiplycontent.com/
3.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/pengertian-profesi-dan-profesionalisme/

Etika Dalam Politik

23:12 0 Comments A+ a-

MEMAKNAI ETIKA DALAM POLITIK
Istilah etika sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bahasa ini sudah menjadi bahasa umum untuk menyebut bahasa lain dari perbuatan, perilaku dan tindakan. Pada dasarnya etika merupakan suatu ilmu yang khusus mempelajari perbuatan baik dan buruk manusia. Pada sisi lain etika juga dimaknai sebagai sistem nilai dan kumpulan asas (kode etik).
Dalam pembahasan etika, persoalan yang diperbincangkan mengenai konteks baik atau buruk suatu perbuatan manusia. Khususnya mengenai nilai-nilai perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu. Pengelompokkan perbuatan baik dan buruk tentunya mengacu pada aturan yang berlaku sebagai landasan etika.
Setiap manusia memiliki hati nurani yang menjadi penyaring sebelum melakukan tindakan. Naluri inilah yang menjadi pengontrol untuk melakukan perbuatan yang baik. Tindakan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yakni baik atau buruk. Dalam pengelompokkan tersebut memberikan batasan bagi setiap manusia agar tidak melakukan apa yang ingin dilakukan melainkan tindakan itu harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku.
Persoalan etika merupakan hal yang sangat vital dalam interaksi sosial karena setiap perbuatan manusia menimbulkan dampak sesuai dengan apa yang dilakukan. Perbuatan yang baik menghasilkan dampak yang baik, begitupun sebaliknya. Meskipun dalam kenyataan dilapangan, khususnya ranah politik, terkadang perbuatan yang baik berdampak buruk dan perbuatan yang buruk berdampak baik. Hal ini terjadi karena pemahaman ‘menghalalkan segala cara’ menghiasi pentas perpolitikan di Indonesia.
Dinamika politik kebangsaan baik politik lokal maupun politik nasional hampir melupakan nilai-nilai fundamental masyarakat Indonesia. Padahal Indonesia merupakan negara hukum, negara religius, dan negara yang memiliki keanekaragaman adat dan budaya.
Keterkaitan etika dan politik sangat erat karena politik tanpa etika tentunya akan melahirkan dampak negative yang tersistematis. Perlu kita cermati fakta yang terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politik disebabkan oleh hilangnya ruh etika pada diri seorang politisi. Keterpurukan etika inilah menyebabkan maraknya kercurangan seperti politik uang, kampanye negative, pembohongan masyarakat, janji kepalsuan dan perang kata-kata.
Keterpurukan tersebut terkadang dimaknai sebagai bagian dari strategi politik untuk mencapai target. Sehingga segala cara dilakukan tanpa mengindahkan nilai hakiki yang telah dianut masyarakat Indonesia sejak pra kemerdekaan. Perlu dipahami bahwa hal ini sangat menciderai hati nurani dan prinsip demokrasi masyarakat Indonesia yang khas dengan kearifan lokal sebagai bangsa yang bermartabat.
Merosotnya etika para aktor politik membuat masyarakat Indonesia gelisah dalam menggapai kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh para pendiri republik. Pelaku politik cenderung hanya berbicara kepentingan praktis. Padahal dalam setiap ruang dan waktu terdapat batasan perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai berkehidupan.
Penanaman etikalah yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politik tanpa terkecuali. Biar bagaimanapun juga, praktek politik tidak akan pernah mencapai posisi ideal jika melupakan prinsip-prinsip etika. Etikalah yang akan mengarahkan kearah yang lebih baik karena etika akan berperan sebagai pengendali setiap gerak langkah.
Sebenarnya etika dalam politik tidak susah untuk diaplikasikan. Penulispun meyakini bahwa sebenarnya para pelaku politik sadar bahwa praktek kecurangan yang dilakukan itu tidak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini diperhadapkan dengan kesenangan pragmatis yang justru menghancurkan rumusan nilai yang sudah dibangun puluhan tahun yang lalu.
Akibat dari keterpurukan etika yang sudah menyatu dengan pentas perpolitikan, sehingga masyarakat terkadang menilai politik itu kotor, politik itu memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu praktek pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik.
Penafsiran politik itu baik atau buruk sangat tergantung pada aktor (pelaku) politik itu sendiri. Akan mengarah ke hal yang positif jika pelakunya memiliki kesadaran akan sebuah prinsip moral dan mengarah ke hal negative jika mengabaikan prinsip tersebut. Pada dasarnya politisilah yang memiliki peran penting dalam mengendalikan praktek politik itu sendiri.
Penilaian bahwa politik itu suatu perjuangan, politik itu suatu ibadah, politik itu suatu kebajikan yang perlu dicapai bersama-sama. Hal ini hanyalah sekedar hayalan apabila elemen masyarakat menjadi penonton sejati atas rekayasa yang dilakukan oleh politisi. Dengan demkian, perlu ada kontrol sosial agar keterputrukan tidak semakin merajalela.
Norma Ideal Berperilaku
Bangsa Indonesia memiliki karakter khas dan sarat akan sebuah nilai moral. Pancasila sebagai falsafah negara perlu dijunjung tinggi. Pancasila ditempatkan pada posisi yang strategis menjadi pedoman tata nilai bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, nilai-nilai ideal yang terformat dalam sebuah norma perlu diterapkan bersama. Norma agama sebagai salah satu norma yang sangat strategis untuk dijadikan landasan berperilaku. Dalam norma agama terdapat berbagai macam pesan kehidupan Ilahiah terkait dengan perilaku manusia sehingga dapat mengajarkan para politisi akan makna kehidupan bermasyarakat.
Semua agama tentunya menjunjung tinggi kesejahteraan, anti pembodohan, melawan kezhaliman dan kecurangan. Selain itu, guna menopang penyempurnaan landasan etika dalam kehidupan sehari-hari, terutama di ruang publik, maka dikombinasikan dengan norma lain yang mengikat.
Norma lain yang cukup ideal menjadi pedoman etika yaitu norma hukum dan norma adat. Di dalam hukum terdapat pula berbagai macam aturan yang tertulis dan tidak tertulis. Norma hukum yang tidak tertulis meliputi asz-asaz umum pemerintahan yang baik yaitu asaz bertindak cermat, asaz kewajaran dan asaz keadilan.
Hukum bukan untuk dilanggar tetapi mesti ditaati oleh semua elemen (pemerintah, swasta dan masyarakat). Hadirnya hukum menjadi salah satu landasan etika, menjadi suatu catatan berharga bagi para politisi agar memahami substansi dari hukum itu sendiri.
Bukan hanya itu, norma adat juga perlu untuk kembali dijunjung tinggi agar nuansa kearifan lokal tetap terjaga dalam perpolitikan. Ada beberapa nilai yang sudah terlupakan di beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan. Nilai tersebut yakni sipakatau, sipakainge, sipakalebbi, sipatokkong dan siparabbe.
Jadi, norma tersebut perlu untuk ditaati bersama, terutama para politisi. Norma-norma tersebut merupakan norma yang ideal dalam berperilaku. Norma inilah yang dapat memperbaikai kembali keburukan yang terjadi di pentas perpolitikan. Nilai dalam norma tersebut sangat diharapkan ditanamkan dalam sanubari pelaku politik.
Tanggungjawab Sosial.
Para politisi perlu diingatkan bahwa peran meraka tersisipi suatu tanggungjawab sosial. Bukan sekedar tanggungjawab pribadi, partai atau golongan. Ketika aktivitas yang dilakukan itu penuh dengan tanggungjawab sosial maka tentunya ada suatu pertanggungjawaban moral kepada masyarakat atas semua hal yang dilakukan.
Tanggunjawab sosial mestinya dimaknai sebagai janji. Artinya, berbicara janji, tentunya berbicara sesuatu yang harus ditepati sehingga apabila tidak ditepati maka dengan sendirinya mendapat sanksi. Minimal dalam bentuk sanksi moral.
Dalam pemaknaan ini, ketika para politisi sadar akan tanggungjawab sosial maka dengan sendirinya mereka selalu memperhatikan etika dalam berpolitik. Enggan untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari esensi yang sebenarnya dari politik.
Hal yang pertama dan utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran. Apabila kesadaran itu dimiliki maka politisi pasti akan selalu berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan tanggungjawab sosial yang bertabat. Perlahan tapi pasti mengahantarkan pada pintu gerbang kebangkitan ke arah yang baik.

sumber : http://politik.kompasiana.com/2012/07/23/etika-politik-473407.html

Etika Keluarga

22:59 0 Comments A+ a-

PENGERTIAN ETIKA
Etika mempunyai dua makna yaitu:
         A. Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos (tunggal) atau ta etha (jamak) yang berarti watak, kebiasaan dan adat istiadat. Pengertian ini berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun suatu masyarakat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Pengertian etika yang pertama, indentik dengan pengertian moralitas.Moralitas berasal dari bahasa latin, mos (tunggal) atau mores (jamak) yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Jadi etika dan moralitas mempunyai arti yang sama sebagai sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang konstan dan terulang dalam kurun waktu sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
       B. Pengertian etika yang kedua berbeda dengan moralitas. Etika dalam pengertian kedua ini dipahami sebagai filsafat moral atau ilmu yang menekankan pada pendekatan kritis dalam melihat  dan memahami nilai dan norma moral serta permasalahan-permasalahan moral yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat Pengertian etika kedua, berbeda dengan yang pertama karena tidak berisikan nilai dan norma-norma kongkret yang menjadi pedoman  hidup manusia.
ETIKA DALAM KELUARGA
Hak dan Kewajiban dalam Keluarga
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban. Allah Swt. telah menciptakan manusia dengan berbagai macam ras, suku bangsa, bahasa, dan sebagainya yang saling berpasang-pasangan. Begitu pula dengan hak dan kewajiban, setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda-beda dan keduanya harus dilaksanakan dengan seimbang.
Hak adalah sesuatu yang harus diterima oleh seseorang. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan oleh seseorang. Janganlah menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban dan janganlah memenuhi kewajiban tanpa menghiraukan hak.
Mengetahui hak dan kewajiban di dalam keluarga merupakan bagian dari realisasi keimanan dan adab kita sebagai seorang muslim. Perhatian yang besar ini merupakan aplikasi dari nilai-nilai Islam yang kita serap dan kita pahami bersama. Dengan mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga, pertikaian dan ketidakharmonisan akan hilang dengan sendirinya.
Rasulullah Saw. bersabda :
“Berbuat baiklah kepada Ibumu, Bapakmu, saudara perempuan dan saudara laki-lakimu, kemudian orang yang paling dekat denganmu kemudian seterusnya.” (HR. Nasa’i, Ahmad, dan Al Hakim)
Rasulullah Saw. bersabda :
“Allah berfirman Aku adalah Tuhan Yang maha Rahman dan ini adalah rahim (sanak keluarga), Aku ambilkan namanya dari nama-Ku, barang siapa yang menyambungnya maka Aku pasti menyambungnya dan barang siapa memutuskannya maka Aku akan meghancurkannya.” (Hadits Qudsi, HR. Bukhari Muslim)
  1. Hak Orang tua (Kewajiban anak terhadap Orang tua)
Hak Orang tua yang masih hidup
Ø Mendapat perlakuan yang baik dari anak-anaknya.
Rasulullah Saw. besabda :
“Berbuat baiklah kepada kedua Orang tua lebih utama ketimbang shalat, shadaqoh, puasa, haji, umroh, dan jihad di jalan Allah.” (HR. Abu Ya’la dan Thabrani)
Ø Mendapat perawatan yang baikdari anak-anaknya hingga maut menjemputnya.
Rasulullah Saw. besabda :
“Anak tidak dapat membalas kedua Orang tuanya hingga ia mendapati sebagai budak lalu membelinya dan memerdekaannya.” (HR. Muslim)
Hak Orang tua yang telah wafat
Ada Sahabat yang bertanya pada Rasulullah “Wahai Rasulullah masih adakah adakah kewajiban untuk berbuat baik kepada Orang tuanya yang telah wafat ?” Rasulullah bersabda “Ya, mendo’akannya, memintakan ampunan untuknya, menunaikan janjinya, menghormati temannya, menyambungkan kerabat yang tidak dapat disambung oleh Orang tua.” (HR. Abu Daud, Abn Hibban, dan Al Hakim)
  1. Hak Anak (Kewajiban Orang tua)
Ø Mendapat nama yang baik dan mengaqiqahkannya.
Rasulullah Saw. besabda :
“Setiap bayi tergadaikan oleh aqiqahnya, disembelihkan kambing untuknya pada hari ketujuh dan di cukur rambutnya.” (HR. Muslim)
Ø Bersikap lemah lembut dan sayang pada anak, tidak berbeda apakah itu anak perempuan maupun laki-laki.
Aqra melihat Rasulullah mencium cucunya Hasan, lalu Aqra bertanya : “Sesungguhnya aku punya sepuluh anak, tetapi aku belum pernah mencium seorang pun diantara mereka.” Lalu Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang tidak menyayangi tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari)
Ø Mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang baik
Ø Mendapatkan nafkah (sandang dan pangan)
Ø Dipisahkan ruang tidurnya anak laki-laki dengan perempuan bila sudah beranjak dewasa (aqil baligh).
  1. Hak Kerabat Sanak Keluarga
Ø Dikunjungi atau silaturrahmi
Rasulullah Saw. besabda :
“Siapa yang ingin diperpanjang umurnya dan diluaskan rizkinya maka hendaklah dia takut kepada Allah dan bersilaturrahmi kepada kerabat.” (HR. Ahmad dan Al Hakim)
Ø Selamat dari tangan dan lisannya. Maksudnya adalah tidak digunjingkan dan dianiaya
Ø Bersedekah atau memberi hadiah
Rasulullah Saw. besabda :
“Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memutuskan kekerabatannya.” (HR. Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi)
Etika / Akhlak terhadap Orang tua
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa etika berarti ilmu tentang apa yang baik dan tentang apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Sebagaimana telah diketahui, islam adalah sebuah agama yang memiliki ajaran-ajaran yang mulia, komprehesif dan universal, dimana sumber utamanya adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Ajaran-ajaran Islam yang mulia ini harus ditransfer dan ditanamkan kepada anak melalui pendidikan dalam keluarga. Keharmonisan antara Orang tua dan anak dapat dibangun sejumlah prinsip etika komunikasi dalam islam seperti Qawlan, Karima, Qawlan sadida, Qawlan ma’rufa, Qawlan baligha, Qawlan layyina, dan Qawlan maisyura.
a. Qawlan Karima (perkataan yang mulia)
Islam mengajarkan agar mempergunakan perkataan yang mulia dalam berkomunikasi terhadap siapa pun. Dalam Al qur’an perkataan yang mulia ini dijelaskan dalam Surat Al Isra’ : 23
Allah Swt. berfirman :
“Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada Ibu Bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai umur lanjut dalam pemeliharanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al Isra’ : 23)
b. Qawlan sadida (perkataan yang benar atau jujur)
Tentang perkataan yang benar ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat An Nisa’: 9
Allah Swt. berfirman :
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An Nisa’ : 9)
c. Qawlan ma’rufa (perkataan yang baik)
Allah Swt. berfirman :
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang di iringi dengan sesuatu yang meyakitkan (perasaan penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al baqarah : 263)
d. Qawlan baligha (perkataan yang efektif atau keterbukaan)
Pengertian ini didasarkan pada penafsiran atas “perkataan yang berbekas pada jiwa mereka” yang terdapat dalam Al qur’an surat An Nisa’ : 63
Allah Swt. berfirman :
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang didalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An Nisa’: 63)
e. Qawlan layyina (perkataan yang lemah lembut)
Perintah menggunakan perkataan yang lemah lembut ini terdapat dalam Al qur’an surat Thaha : 44
Allah Swt. berfirman :
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan Ia ingat dan takut.” (QS. Thaha : 44)
f. Qawlan maisura (perkataan yang pantas)
Perkataan yang pantas ini dijelaskan dalam Al qur’an surat Al Isra’ : 28
Allah Swt. berfirman :
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.” (QS. Al Isra’: 28

sumber : http://zaysaragih.blogspot.com/2011/11/etika-dalam-keluarga.html