Etika Dalam Politik
MEMAKNAI ETIKA DALAM POLITIK
Istilah
etika sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bahasa ini
sudah menjadi bahasa umum untuk menyebut bahasa lain dari perbuatan,
perilaku dan tindakan. Pada dasarnya etika merupakan suatu ilmu yang
khusus mempelajari perbuatan baik dan buruk manusia. Pada sisi lain
etika juga dimaknai sebagai sistem nilai dan kumpulan asas (kode etik).
Dalam
pembahasan etika, persoalan yang diperbincangkan mengenai konteks baik
atau buruk suatu perbuatan manusia. Khususnya mengenai nilai-nilai
perbuatan yang dilakukan oleh setiap individu. Pengelompokkan perbuatan
baik dan buruk tentunya mengacu pada aturan yang berlaku sebagai
landasan etika.
Setiap manusia memiliki hati nurani yang menjadi penyaring
sebelum melakukan tindakan. Naluri inilah yang menjadi pengontrol untuk
melakukan perbuatan yang baik. Tindakan pada dasarnya dikelompokkan
menjadi dua yakni baik atau buruk. Dalam pengelompokkan tersebut
memberikan batasan bagi setiap manusia agar tidak melakukan apa yang
ingin dilakukan melainkan tindakan itu harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku.
Persoalan etika merupakan hal yang sangat vital dalam interaksi
sosial karena setiap perbuatan manusia menimbulkan dampak sesuai dengan
apa yang dilakukan. Perbuatan yang baik menghasilkan dampak yang baik,
begitupun sebaliknya. Meskipun dalam kenyataan dilapangan, khususnya
ranah politik, terkadang perbuatan yang baik berdampak buruk dan
perbuatan yang buruk berdampak baik. Hal ini terjadi karena pemahaman
‘menghalalkan segala cara’ menghiasi pentas perpolitikan di Indonesia.
Dinamika politik kebangsaan baik politik lokal maupun politik nasional
hampir melupakan nilai-nilai fundamental masyarakat Indonesia. Padahal
Indonesia merupakan negara hukum, negara religius, dan negara yang
memiliki keanekaragaman adat dan budaya.
Keterkaitan etika
dan politik sangat erat karena politik tanpa etika tentunya akan
melahirkan dampak negative yang tersistematis. Perlu kita cermati fakta
yang terjadi dilapangan bahwa beberapa kasus politik disebabkan oleh
hilangnya ruh etika pada diri seorang politisi. Keterpurukan etika
inilah menyebabkan maraknya kercurangan seperti politik uang, kampanye negative, pembohongan masyarakat, janji kepalsuan dan perang kata-kata.
Keterpurukan
tersebut terkadang dimaknai sebagai bagian dari strategi politik untuk
mencapai target. Sehingga segala cara dilakukan tanpa mengindahkan nilai
hakiki yang telah dianut masyarakat Indonesia sejak pra kemerdekaan.
Perlu dipahami bahwa hal ini sangat menciderai hati nurani dan prinsip
demokrasi masyarakat Indonesia yang khas dengan kearifan lokal sebagai
bangsa yang bermartabat.
Merosotnya etika
para aktor politik membuat masyarakat Indonesia gelisah dalam menggapai
kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan apa yang dicita-citakan oleh
para pendiri republik. Pelaku politik cenderung hanya berbicara
kepentingan praktis. Padahal dalam setiap ruang dan waktu terdapat
batasan perilaku manusia yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai
berkehidupan.
Penanaman etikalah
yang perlu diindahkan oleh semua pelaku politik tanpa terkecuali. Biar
bagaimanapun juga, praktek politik tidak akan pernah mencapai posisi
ideal jika melupakan prinsip-prinsip etika. Etikalah yang akan
mengarahkan kearah yang lebih baik karena etika akan berperan sebagai
pengendali setiap gerak langkah.
Sebenarnya etika
dalam politik tidak susah untuk diaplikasikan. Penulispun meyakini bahwa
sebenarnya para pelaku politik sadar bahwa praktek kecurangan yang
dilakukan itu tidak dibenarkan. Hanya saja karena hal ideal ini
diperhadapkan dengan kesenangan pragmatis yang justru menghancurkan
rumusan nilai yang sudah dibangun puluhan tahun yang lalu.
Akibat dari
keterpurukan etika yang sudah menyatu dengan pentas perpolitikan,
sehingga masyarakat terkadang menilai politik itu kotor, politik itu
memanipulasi kekuasaan, politik itu rekayasa kebaikan, politik itu
praktek pembodohan. Anggapan seperti ini sering keluar dari mulut
masyarakat yang sudah muak melihat atmosfir politik.
Penafsiran politik itu baik atau buruk sangat tergantung pada aktor (pelaku) politik itu sendiri. Akan
mengarah ke hal yang positif jika pelakunya memiliki kesadaran akan
sebuah prinsip moral dan mengarah ke hal negative jika mengabaikan
prinsip tersebut. Pada dasarnya politisilah yang memiliki peran penting
dalam mengendalikan praktek politik itu sendiri.
Penilaian bahwa
politik itu suatu perjuangan, politik itu suatu ibadah, politik itu
suatu kebajikan yang perlu dicapai bersama-sama. Hal ini hanyalah
sekedar hayalan apabila elemen masyarakat menjadi penonton sejati atas
rekayasa yang dilakukan oleh politisi. Dengan demkian, perlu ada kontrol
sosial agar keterputrukan tidak semakin merajalela.
Norma Ideal Berperilaku
Bangsa Indonesia memiliki karakter khas dan sarat akan sebuah nilai moral. Pancasila sebagai falsafah
negara perlu dijunjung tinggi. Pancasila ditempatkan pada posisi yang
strategis menjadi pedoman tata nilai bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu,
nilai-nilai ideal yang terformat dalam sebuah norma perlu diterapkan
bersama. Norma agama sebagai salah satu norma yang sangat strategis
untuk dijadikan landasan berperilaku. Dalam norma agama terdapat
berbagai macam pesan kehidupan Ilahiah terkait dengan perilaku manusia
sehingga dapat mengajarkan para politisi akan makna kehidupan
bermasyarakat.
Semua agama
tentunya menjunjung tinggi kesejahteraan, anti pembodohan, melawan
kezhaliman dan kecurangan. Selain itu, guna menopang penyempurnaan
landasan etika dalam kehidupan sehari-hari, terutama di ruang publik,
maka dikombinasikan dengan norma lain yang mengikat.
Norma lain yang
cukup ideal menjadi pedoman etika yaitu norma hukum dan norma adat. Di
dalam hukum terdapat pula berbagai macam aturan yang tertulis dan tidak
tertulis. Norma hukum yang tidak tertulis meliputi asz-asaz umum
pemerintahan yang baik yaitu asaz bertindak cermat, asaz kewajaran dan
asaz keadilan.
Hukum bukan untuk
dilanggar tetapi mesti ditaati oleh semua elemen (pemerintah, swasta dan
masyarakat). Hadirnya hukum menjadi salah satu landasan etika, menjadi
suatu catatan berharga bagi para politisi agar memahami substansi dari
hukum itu sendiri.
Bukan hanya itu,
norma adat juga perlu untuk kembali dijunjung tinggi agar nuansa
kearifan lokal tetap terjaga dalam perpolitikan. Ada beberapa nilai yang
sudah terlupakan di beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan. Nilai
tersebut yakni sipakatau, sipakainge, sipakalebbi, sipatokkong dan siparabbe.
Jadi, norma
tersebut perlu untuk ditaati bersama, terutama para politisi.
Norma-norma tersebut merupakan norma yang ideal dalam berperilaku. Norma
inilah yang dapat memperbaikai kembali keburukan yang terjadi di pentas
perpolitikan. Nilai dalam norma tersebut sangat diharapkan ditanamkan
dalam sanubari pelaku politik.
Tanggungjawab Sosial.
Para politisi perlu diingatkan bahwa
peran meraka tersisipi suatu tanggungjawab sosial. Bukan sekedar
tanggungjawab pribadi, partai atau golongan. Ketika aktivitas yang
dilakukan itu penuh dengan tanggungjawab sosial maka tentunya ada suatu pertanggungjawaban moral kepada masyarakat atas semua hal yang dilakukan.
Tanggunjawab
sosial mestinya dimaknai sebagai janji. Artinya, berbicara janji,
tentunya berbicara sesuatu yang harus ditepati sehingga apabila tidak
ditepati maka dengan sendirinya mendapat sanksi. Minimal dalam bentuk
sanksi moral.
Dalam pemaknaan
ini, ketika para politisi sadar akan tanggungjawab sosial maka dengan
sendirinya mereka selalu memperhatikan etika dalam berpolitik. Enggan
untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari esensi yang sebenarnya dari
politik.
Hal
yang pertama dan utama dibutuhkan pada konteks ini adalah kesadaran.
Apabila kesadaran itu dimiliki maka politisi pasti akan selalu
berperilaku yang baik. Tentunya akan menghasilkan tanggungjawab sosial
yang bertabat. Perlahan tapi pasti mengahantarkan pada pintu gerbang
kebangkitan ke arah yang baik.sumber : http://politik.kompasiana.com/2012/07/23/etika-politik-473407.html