1. Pengertian etika , profesi, dan profesionalisme?
Etika berasal dari bahasa Yunani
kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu
ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi,
secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka
kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua
kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat
kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata
‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti
sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita
misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia
bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan
arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok
karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga
arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan
norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika
orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan
dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu
melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam
hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan
asas atau nilai moral.
Yang dimaksud
di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang
yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi
bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral.
Profesi adalah pekerjaan
yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik,
serta proses sertifikasi
dan lisensi
yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum,
kedokteran,
keuangan,
militer,teknikdan desainer
Seseorang yang
memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional.
Walaupun begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang
menerima bayaran, sebagai lawan kata dari amatir.
Contohnya adalah petinju profesional menerima bayaran untuk pertandingan tinju
yang dilakukannya, sementara olahraga tinju
sendiri umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Karakteristik Profesi
Profesi adalah
pekerjaan, namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai
karakteristik sendiri yang membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar
karakterstik ini tidak memuat semua karakteristik yang pernah diterapkan pada
profesi, juga tidak semua ciri ini berlaku dalam setiap profesi:
- Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan
teoretis: Profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoretis yang
ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan
tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek.
- Asosiasi profesional: Profesi biasanya memiliki
badan yang diorganisasi oleh para anggotanya, yang dimaksudkan untuk
meningkatkan status para anggotanya. Organisasi profesi
tersebut biasanya memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggotanya.
- Pendidikan yang ekstensif: Profesi yang
prestisius biasanya memerlukan pendidikan
yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
- Ujian kompetensi: Sebelum memasuki organisasi
profesional, biasanya ada persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang
menguji terutama pengetahuan teoretis.
- Pelatihan institutional: Selain ujian, juga
biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti pelatihan istitusional dimana
calon profesional mendapatkan pengalaman praktis sebelum menjadi anggota
penuh organisasi. Peningkatan keterampilan melalui pengembangan
profesional juga dipersyaratkan.
- Lisensi: Profesi menetapkan syarat pendaftaran
dan proses sertifikasi sehingga hanya mereka yang memiliki lisensi bisa
dianggap bisa dipercaya.
- Otonomi kerja: Profesional cenderung
mengendalikan kerja dan pengetahuan teoretis mereka agar terhindar adanya
intervensi dari luar.
- Kode etik: Organisasi profesi biasanya memiliki
kode etik bagi para anggotanya dan prosedur pendisiplinan bagi mereka yang
melanggar aturan.
- Mengatur diri: Organisasi profesi harus bisa
mengatur organisasinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Profesional
diatur oleh mereka yang lebih senior, praktisi yang dihormati, atau mereka
yang berkualifikasi paling tinggi.
- Layanan publik dan altruisme: Diperolehnya
penghasilan dari kerja profesinya dapat dipertahankan selama berkaitan
dengan kebutuhan publik, seperti layanan dokter berkontribusi terhadap
kesehatan masyarakat.
- Status dan imbalan yang tinggi: Profesi yang
paling sukses akan meraih status yang tinggi, prestise, dan imbalan yang
layak bagi para anggotanya. Hal tersebut bisa dianggap sebagai pengakuan
terhadap layanan yang mereka berikan bagi masyarakat.
“Profesionalisme” itu sendiri berasal dari kata
“profesi”. Jadi, berbicara tentang profesionalisme tentu mengacu pada
pengertian profesi, sebagai suatu bidang pekerjaan.
Dalam hal profesi tiy, Mc Cully (1969) (dalam Rusyan,
1990 : 4) mengatakan sebagai :
Vocation an which professional knowledge of some
department a learning science is used in its application to the other or in the
practice of an art found it.
Dari pengertian itu dapat disarikan bahwa dalam suatu
pekerjaan yang bersifat professional dipergunakan teknik serta prosedur yang
bertumpu pada landasan intelektual, yang secara sengaja harus dipelajari dan
kemudian secara langsung dapat diabadikan bagi kemaslahatan orang lain. Faktor
penting dalam hal ini adalah intelektualitas yang di dalamnya tercakup satu
atau beberapa keahlian kerja yang dianggap mampu menjamin proses pekerjaan dan
hasil kerja yang professional, atau tercapainya nilai-nilai tertentu yang
dianggap ideal menurut pihak yang menikmatinya.
Soedijarto (1990:57) mendefinisikan profesionalisme
sebagai perangkat atribut-atribut yang diperlukan guna menunjang suatu tugas
agar sesuai dengan standar kerja yang diinginkan. Dari pendapat ini, sebutan
standar kerja merupakan faktor pengukuran atas bekerjanya seorang atau kelompok
orang dalam melaksanakan tugas.
Sementara itu Philips (1991:43) memberikan definisi
profesionalisme sebagai individu yang bekerja sesuai dengan standar moral dan
etika yang ditentukan oleh pekerjaan tersebut.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, terdapat sejumlah
faktor dominan dalam mempersoalkan profesionalisme dikalangan pegawai. Pertama,
kapasitas intelektual pegawai yang relevan dengan jenis dan sifat pekerjaannya.
Kapasitas intelektual ini tentu berhubungan dengan jenis dan tingkat pendidikan
yang menjadi karakteristik pengetahuan dan keahlian seseorang dalam bekerja.
Kedua, standar kerja yang sekurang-kurangnya mencakup prosedur, tata cara dan
hasil akhir pekerjaan. Ketiga, standar moral dan etika dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut. Hal ketiga inilah yang sulit dirumuskan dan dinyatakan
secara utuh, karena proses aktualisasinya tidak hanya ditentukan oleh sifat dan
watak seseorang, tetapi ditentukan juga oleh system nilai yang berlaku dalam
suatu lingkungan kerja. Sebagai contoh, seseorang yang berwatak jujur dapat
berubah menjadi pribadi yang korup, karena system nilai yang berlaku di
lingkungan kerjanya memang system nilai yang korup.
A. Adat kebiasaan
Adat kebiasaan adalah aturan, kebiasaan-kebiasaan yang
tumbuh dan terbentuk dari suatu masyarakat atau daerah yang dianggap memiliki
nilai dan dijunjung serta dipatuhi masyarakat pendukungnya. Di Indonesia
aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia tersebut menjadi aturan-aturan hukum
yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah melembaga dalam dalam
kehidupan masyarakat baik berupa tradisi, adat upacara dan lain-lain yang mampu
mengendalikan perilau warga masyarakat dengan perasaan senang atau bangga, dan
peranan tokoh adat yang menjadi tokoh masyarakat menjadi
cukup penting.
Adat merupakan norma yang tidak tertulis, namun sangat kuat
mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan
menderita, karena sanksi keras yang kadang-kadang secara tidak langsung
dikenakan. Misalnya pada masyarakat yang melarang terjadinya perceraian apabila
terjadi suatu perceraian maka tidak hanya yang bersangkutan yang mendapatkan
sanksi atau menjadi tercemar, tetapi seluruh keluarga atau bahkan
masyarakatnya.
Faham
Kebahagiaan (Hedonisme) “Tingkah laku
atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan”. Ada tiga
sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik
hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka
disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang buruk;
(2) hedonism rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagian
atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat; dan
(3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur
apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat
perbuatan itu melahirkan kesenangan ataukebahagiaan kepada seluruh makhluk.
Bisikan Hati
(Intuisi) Bisikan hati
adalah “kekuatan batin yang dapat mengidentifikasi apakah
sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang
ditimbulkan perbuatan itu”. Faham ini merupakan bantahan terhadap faham
hedonisme. Tujuan utama dari aliran ini adalah keutamaan, keunggulan,
keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai “kebaikan budi pekerti”
Evolusi Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini selalu
(secara berangsur‐angsur)
mengalami perubahan yaitu berkembang men uju kea rah kesempurnaan. Dengan
mengadopsi teori Darwin (ingat konsep selection of nature, struggle for life,
dan survival for the fittest) Alexander mengungkapkan bahwa nilai moral harus
selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang ada
dialam ini, dan nilai moral yang bertahanlah (tetap) yang dikatakan dengan
baik, dan nilai‐nilai yang
tidak bertahan (kalah dengan perjuangan antar nilai) dipandang sebagai
buruk.
Aliran
Pragmatisme Aliran ini menititkberatkan pada hal‐hal yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat
moral maupun material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman, oleh
karena itu penganut faham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran
bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
Aliran
Naturalisme Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah
sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan
apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau
mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi
perusak alam semesta.
Aliran
Vitalisme Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran
naturalism sebab menurut faham vitalisme yang menjadi ukuran baik dan buruk itu
bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup).
Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative
vitalistis) dan (2) vitalisme optimistis. Kelompok pertama terkenal dengan
ungkapan “homo homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang
lain”. Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang
berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh terkenal
aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh terhadap
Adolf Hitler.
Aliran
Gessingnungsethik Diprakarsai oleh Albert Schweitzer, seorang ahli
Teolog, Musik, Medik, Filsuf, dan Etika. Yang terpenting menurutaliran ini
adalah “penghormatan akan kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk
harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikannya adalah “pemelihataan
akankehidupan”, dan yang buruk adalah setiap usaha yang berakibat kebinasaan dan
menghalangi‐halangi hidup.
Aliran
Idealisme Sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia
sebab pikiran manus ialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari
aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu
hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun
tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang baik itu hanya apa
yang ada di dalam ide itu sendiri.
Aliran
Eksistensialisme Etika Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi
di atas dunia selalu terkait pada keputusan‐keputusan individu,artinya, andaikan individu tidak mengambil suatu
keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan
terhadao sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Ungkapan
dari aliran ini adalah “Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada
pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak
baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.
Aliran Marxisme Berdasarkan
“Dialectical Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan
material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu.
Aliran ini memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlahdibenarkan asalkan saja
jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat
dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan.